Pemerintah Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, mengusulkan kawasan hutan produksi gambut di Desa Kubu, Kecamatan Kubu, menjadi hutan konservasi. Itu dilakukan untuk menjaga ekosistem yang mulai rusak karena pembabatan.
“Pembabatan mangrove di Kubu sudah merusak ekosistem dan merugikan masyarakat sehingga kami mengusulkan agar seluruh kawasan mangrove dijadikan hutan konservasi atau hutan lindung,” kata Bupati Kubu Raya Muda Mahendrawan, Kamis (28/4/2011).
Masyarakat dua kampung di Desa Kubu memprotes pembabatan hutan mangrove di sekitar permukiman penduduk yang menyebabkan semakin langkanya kepiting, ikan, dan udang. Selama ini, masyarakat kedua kampung menggantungkan hidup sebagai nelayan tradisional.
Pembabatan hutan mangrove di sekitar pemukiman penduduk itu dilakukan oleh PT Kandelia Alam berdasarkan Surat Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu di lahan seluas 18.130 hektar melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan 249 Tahun 2008 serta Surat Keputusan Kepala Dinas Kehutanan Kalimantan Barat Nomor 15 Tahun 2009.
Tahun 2011, PT Kandelia Alam memiliki tiga rencana kerja tahunan (RKT) yang disetuji oleh Dinas Kehutanan Kalimantan Barat, salah satunya berada di sekitar Kampung Tokaya dan Setia Usaha yang dipersoalkan oleh penduduk. Sejak terjadi pembabatan mangrove, penduduk sekitar kehilangan mata pencaharian sebagai nelayan tradisional.
Sporc turun tangan
Kamis siang, beberapa anggota Satuan Polisi Kehutanan Reaksi cepat (Sporc) Brigade Bekantan Kalimantan Barat bergerak menuju lokasi kerja PT Kandelia Alam di Desa Kubu. Komandan Sporc Brigade Bekantan Kalimantan Barat David Muhammad mengatakan, Sporc akan mengumpulkan bahan dan keterangan di lapangan.
“Setelah kami lihat di peta hutan, PT Kandelia Alam memang memiliki konsesi di hutan produksi. Namun, hutan produksi itu berbatasan langsung dengan hutan lindung mangrove. Kami akan melihat apakah kegiatan mereka hanya di wilayah hutan produksi atau sudah masuk ke hutan lindung,” tutur David.
“Pembabatan mangrove di Kubu sudah merusak ekosistem dan merugikan masyarakat sehingga kami mengusulkan agar seluruh kawasan mangrove dijadikan hutan konservasi atau hutan lindung,” kata Bupati Kubu Raya Muda Mahendrawan, Kamis (28/4/2011).
Masyarakat dua kampung di Desa Kubu memprotes pembabatan hutan mangrove di sekitar permukiman penduduk yang menyebabkan semakin langkanya kepiting, ikan, dan udang. Selama ini, masyarakat kedua kampung menggantungkan hidup sebagai nelayan tradisional.
Pembabatan hutan mangrove di sekitar pemukiman penduduk itu dilakukan oleh PT Kandelia Alam berdasarkan Surat Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu di lahan seluas 18.130 hektar melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan 249 Tahun 2008 serta Surat Keputusan Kepala Dinas Kehutanan Kalimantan Barat Nomor 15 Tahun 2009.
Tahun 2011, PT Kandelia Alam memiliki tiga rencana kerja tahunan (RKT) yang disetuji oleh Dinas Kehutanan Kalimantan Barat, salah satunya berada di sekitar Kampung Tokaya dan Setia Usaha yang dipersoalkan oleh penduduk. Sejak terjadi pembabatan mangrove, penduduk sekitar kehilangan mata pencaharian sebagai nelayan tradisional.
Sporc turun tangan
Kamis siang, beberapa anggota Satuan Polisi Kehutanan Reaksi cepat (Sporc) Brigade Bekantan Kalimantan Barat bergerak menuju lokasi kerja PT Kandelia Alam di Desa Kubu. Komandan Sporc Brigade Bekantan Kalimantan Barat David Muhammad mengatakan, Sporc akan mengumpulkan bahan dan keterangan di lapangan.
“Setelah kami lihat di peta hutan, PT Kandelia Alam memang memiliki konsesi di hutan produksi. Namun, hutan produksi itu berbatasan langsung dengan hutan lindung mangrove. Kami akan melihat apakah kegiatan mereka hanya di wilayah hutan produksi atau sudah masuk ke hutan lindung,” tutur David.
0 komentar:
Posting Komentar